Blog

MACMA – BBC Indonesia

Muslim Cina di Malaysia ingin pertahankan tradisi

Laporan BBC Indonesia di pautan – http://www.bbc.com/indonesia/majalah/2015/06/150624_majalah_cina_muslim

Kaum muslim keturunan Cina di Malaysia mengaku masih mengalami diskriminasi lantaran pemerintah meminta mereka mengganti nama dengan nama Arab atau Melayu ketika memeluk agama Islam.

Di Masjid Negeri Cina Malaka, saya bertemu dengan dua mualaf yang baru pertama menjalankan puasa Ramadan tahun ini, yakni Muhammad Thaufiq Loi Fui Liang dan Ting Swee Keong.

Meski keduanya keturunan Cina, ada perbedaan dalam soal pemilihan nama setelah menjadi mualaf.

Muhammad Thaufiq menambah nama Arab di depan nama aslinya, sedangkan Ting tidak.

“Semua harus diubah. Nama menjadi lain, namun muka masih sama. Di sini orang Malaysia mengatakan jika seseorang masuk Islam disebut masuk Melayu. Kalau saya tak ganti nama, saya tetap Cina,” jelas Ting.

null
Presiden MACMA Malaysia Taufiq Yap Yun Hin memutuskan untuk menambah nama Arab di depan nama aslinya.

Meski tak ada aturan tertulis, pergantian nama seseorang yang menjadi mualaf dengan nama Arab atau Melayu merupakan tradisi yang telah berlangsung sejak Malaysia merdeka pada 1957 lalu.

Lim Jooi Soon, pengurus Asosiasi Muslim Cina Malaysia, MACMA Malaka, mengatakan tradisi pergantian nama bagi mualaf ini masih dipraktikkan oleh sejumlah petugas di kantor Majelis Agama di sejumlah negara bagian di Malaysia karena ketidakpahaman mereka.

“Mereka mempraktikkan itu karena tidak memahami. Padahal, kalau kita ikut sunnah Nabi pada zaman Nabi Muhammad SAW, ketika kaum lain masuk Islam, dia tidak meminta orang itu mengganti nama kecuali artinya buruk,” kata Lim.

Dia kemudian mencontohkan tokoh Islam Bilal Al Rabah dari Afrika dan Salman Al Farisi dari Persia.

“Sebelum mereka memeluk Islam dan sesudah mereka masuk Islam, nama mereka sama. Kenapa? Karena memudahkan mereka berdakwah di hadapan bangsa yang sama,” jelas Lim.

Hambatan etnis Cina masuk Islam

Lim merupakan orang etnis Cina pertama yang tidak mengubah namanya ataupun nama bapak ketika memeluk Islam.

Dia mengaku membutuhkan waktu lima tahun untuk berjuang agar tidak mengganti namanya setelah pindah menjadi Muslim.

“Lima tahun untuk berbincang, berdebat, membahas, lalu tunjukan bukti-bukti yang kuat untuk kekalkan nama Cina. Selepas itu banyak orang mudah untuk memeluk agama Islam,” jelas Lim.

null
Meski tak ada aturan tertulis, pergantian nama seseorang yang menjadi mualaf dengan nama Arab atau Melayu merupakan tradisi yang telah berlangsung sejak Malaysia merdeka pada 1957 lalu.

Kekukuhan kaum etnis Cina untuk mempertahankan nama, menurut Lim, berkaitan erat dengan kehormatan keluarga.

“Kalau dia buang nama keluarga, seolah-olah tidak ada hubungan dengan keluarganya. Nama kedua saya ini menunjukkan nama generasi keberapa dan nama terakhir saya itu nama saya sendiri yang berarti menuju kejayaan,” ujar Lim.

Masalah nama ini, menurut Lim, selama ini merupakan hambatan utama bagi etnis Cina Malaysia untuk masuk Islam.

“Saya tak bisa ganti etnis. Saya lahir Cina ya mati pun Cina, tak akan ganti jadi etnis Melayu. Saya tak berganti nama untuk menunjukkan bahwa Islam itu agama universal untuk semua bangsa tak cuma untuk Arab atau Melayu saja,” tambah Lim.

Selain mengganti nama pribadi, orang keturunan Cina yang ingin masuk Islam harus mengganti nama bapak menjadi Abdullah, meski tak ada peraturan tertulis.

Presiden MACMA Malaysia Taufiq Yap Yun Hin mengatakan telah mendesak agar praktik pergantian nama bapak bagi mualaf ini dihapuskan.

“Tidak ada sahabat nabi yang menggunakan Bin Abdullah. Abdullah itu kan artinya hamba Allah. Saya juga telah meminta kepada pihak yang terkait dengan pendaftaran agama ini agar praktik ini diubah dan etnis Cina masih dapat pertahankan nama pribadi dan nama bapak jika memeluk agama Islam,” jelas Taufiq.

null
Nur Caren Chung Yock Lan mengatakan sejumlah tradisi Cina tidak bertentangan dengan syariat Islam.

Pertahankan budaya Cina

Orang etnis Cina yang memeluk Islam di Malaysia juga harus meninggalkan budaya mereka.

Taufiq mengatakan gaya pakaian dan tradisi Cina lainnya masih dapat dipertahankan selama tidak bertentangan dengan Islam.

Salah seorang muslim Cina, Nur Caren Chung Yock Lan, mengatakan penyebaran Islam seringkali dilakukan dengan menggunakan pendekatan budaya setempat sehingga budaya asal seseorang tidak hilang.

“Perayaan budaya ini tak bertentangan dengan syariat Islam, perayaan kue bulan, kue chang, sambutan tahun baru Cina juga budaya bukan perayaan keagamaan. Kalau dilihat dari sejarah ketika Saad ibnu Waqas berdakwah di Cina dia diterima dengan mudah karena Islam tak membunuh budaya, yang bertukar itu tauhid bukan budaya,” jelas dia.

Caren mengatakan pemahaman ini yang kemudian terus disosialisasikan agar etnis Cina yang berpindah agama tidak meninggalkan budaya mereka.

Post a comment

8 + 2 =